Koranprabowo.id, Jadoel, Imajiner :
Hari Ini (30/3) adalah malam terakhir saya sholat Isha di Bulan Ramadhan 1446 H, maka setelah sholat di masjid sekitar Istana Cipanas, Jawa barat yang jaraknya tidak sampai 30 menit ke Istana Cipanas. Singkat ceritera, saya pun telah menunggu Paduka Yang Mulia, Presiden Ir.H. Sukarno diteras belakang Istana Cipanas, Jawa barat seperti biasa, jam diHP telah menunjukan pkl.20.27, di meja dekat ruang baca tampak tumpukan parcel lebaran. Ada yang dari mantan Presiden Jokowi – Calon Sekjen PBB / OKI, Presiden Prabowo, Presiden China – Mao Ze Dong, Tokoh Revolusioner Kuba – Che Guevara, Wapres Gibran, Presiden Rusia Putin, Presiden AS – Kennedy, Menag RI – Prof. Nasarudin Umar, dsb. Tapi saya tidak melihat yang dari Megawati, dari Pramono anung, Adian Napitupulu, Deddy Sitorus, dan Hasto Kristyanto. Apalagi dari Ridwan Kamil. Ehehe.

Tiba-tiba Paduka masuk ruangan, tubuhnya harum entah pakai parfum apa. “Buka puasa dimana, rief?”, tanya beliau sambil menyalami, tangannya hangat sehangat jiwa dan semangatnya. “Di masjid Atta’aawun, Puncak, sambil buka puasa disana, paduka”, jawab saya. “Bagus itu, saya juga beberapa kali suka sholat disana.Puasanya full 30 hari?”, “Bolong satu hari, asam lambung kumat di hari ke-12, paduka”, “Bayar sesudah puasa syawal itu, wajib.”, “Siap, Paduka”, “Zakat dimana?”, “Di masjid sekitar rumah, Bandung Barat, Paduka”
“Bagaimana kabar istri , cucu dan anak-anakmu, rief?”, “Alhamdulillah sehat semua, Paduka”, “Syukurlah jaga mereka baik-baik ya”, “Insyaallah, Paduka”, “Bagaimana kabar teman-teman di Koranprabowo., rief?”, “Biasa, up and down, Paduka”, “Ya biar saja, karena kalian relawan, maka semua harus dilakukan dengan baik dan ikhlas. Biar nanti Allah yang membayarnya”, “Insyaallah, Paduka”


Kemudian Paduka berceritera sejak tahun 1990-an, Mayor Jenderal TNI (Purn.) H. Raden Nana Nuriana yang kemudian menjadi Gub. Jabar 2 periode thn.1993-2003 menemui Paduka, “Nana mempunyai keinginan mendirikan masjid besar di kawasan puncak. Dan baru terealisasi thn. 1997 diatas lahan 20.000 meter dan diresmikan 25 Maret 1999 olehnya saat menjabat Gubernur Jawa Barat”,

” Jadi masjid itu punya siapa, Paduka?, karena beredar isu itu milik orang kaya yang suka menyamar menjadi marbot masjid?”, tanya saya, beliau menjawab. “Nanti kamu akan tahu sendiri”.
Masih kata Paduka, Nuriana wafat Kamis 11 Juli 2024 lalu di Bandung pada jam 04.55 pagi hari, di usia 86 tahun. Yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra, Bandung. Almarhum lahir di sumedang, 17 April 1938 dan mantan Pangdam III/Siliwangi pada tahun 1991 hingga 1993 lalu. “Innalilahiwainailahi’rajiun, semoga surgalah tempatnya. Aamiin YRA”, kata Paduka sambil mengusap wajahnya. Saya pun mengikuti.
ASAL MUASAL BUDAYA HALALBIHALAL
Kemudian, saya meminta penjelasan Paduka mengenai kedekatan beliau dengan ulama besar KH Wahab Chasbullah. Sambil meneguk teh panasnya, Paduka mulai berceritera. Dan saya mencatatnya;
1.Menjelang akhir bulan Ramadhan tahun 1948 , Paduka ingin mengumpulkan para ulama di Istana yang direncanakan acaranya di Istana Jakarta sesudah Iedul Fitri. Maka beliau mengundang KH Wahab Chasbullah – Pendiri NU, yang juga sahabat dekatnya – ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan sarannya mengatasi situasi politik Indonesia apalagi saat ini sedang gencar konflik DI/TII dan PKI.


2. Kemudian Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan silaturrahim, pasca Hari Raya Idul Fitri thn.1948, di mana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahim. Namun, Paduka enggan menggunakan kata silahturrahim karena dianggap sudah biasa. Lantas, Paduka mengatakan jika para elit politik sejak terpilih sebagai presiden tidak mau bersatu karena perbedaan politik selama ini. Sedangkan Indonesia kedepan membutuhkan persatuan dan kesatuan.
3.Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Kiai Wahab, tersenyum. Akhirnya muncul istilah halalbihalal dari Kiai Wahab. Dari sarannya ini, kemudian Bung Karno di Hari Raya Idul Fitri pertama, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara menghadiri silaturrahim yang diberi judul HALALBIHALAL. Dan kemudian menjadi bagian ‘budaya lokal’ pasca Iedul Fitri hingga saat ini.

KH. Bisri Syansuri, KH. Hasyim Asy’ari dan Mbah Wahab
4.Abdul Wahab Chasbullah , lahir di Jombang 31 Maret 1888. Karena jasa-jasanya di tgl. 7/11/2014 Presiden Jokowi memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia untuk beliau yang juga pencipta lagu Yaa Lal Wathan . Beliau wafat pada 29 Desember 1971 dan dimakamkan di komplek Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Jombang, Jawa timur.

Malam semakin larut, gerimis pun tiba. Dari jauh terdengar takbir ,
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamdu. ….. Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tiada tuhan selain Allah. Allah maha besar. Segala puji bagi-Nya.
“Jangan Lelah Untuk Berbuat Baik, Selamat Hari Raya Iedul Fitri Mohon Maaf Lahir Bathin, rief”, bisik Paduka sambil menepuk bahu, menyalami hangat kemudian beliau pamit karena menjelang subuh beliau harus ke Bali mau menemui Ibunda , Ida Ayu Nyoman Rai Srimben. Saya manggut-manggut kalau pun bingung karena tidak ada ongkos untuk pulang lagi ke Bandung, minimal 1 parcel pun tak apa untuk dibawa kerumah. Ogh.
‘Ikhlas…..
(Red-01/Foto.ist)

