Koranprabowo.id, Parekraf :

Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyimpan sejarah
panjang yang penuh dengan dinamika. Mulai dari masa kolonial hingga menjadi pusat
perencanaan pembangunan nasional, gedung ini memiliki kisah menarik yang layak
diungkap. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa gedung ini pada awalnya merupakan
tempat berkumpulnya kelompok Freemason, organisasi persaudaraan tertutup yang memiliki
pengaruh besar di Eropa dan koloni-koloninya. Freemason yang beroperasi di Hindia
Belanda diduga menggunakan gedung ini untuk menggelar pertemuan dan ritual mereka.
Menurut Adolf Heuken dalam buku Menteng: Kota Taman Pertama di Indonesia (2001),
gedung ini mulai dirancang pada tahun 1925 oleh badan teknik kolonial Belanda,
Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau.

Keberadaan Gedung Bappenas yang berhadapan
langsung dengan Taman Bisschop (sekarang Taman Suropati) juga memperkuat dugaan
keterkaitannya dengan Freemason. Taman ini dibangun oleh seorang walikota Batavia yang
juga anggota Freemason, meski perancangan gedung ini baru dilakukan beberapa tahun
setelah masa kepemimpinannya berakhir.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pengaruh Freemason di Indonesia mulai
melemah. Pada masa kepemimpinan Presiden Sukarno, organisasi ini resmi dilarang pada
tahun 1962 karena dianggap sebagai peninggalan kolonial yang bertentangan dengan
nilai-nilai nasionalisme dan agama.
Sejak saat itu, gedung yang sebelumnya digunakan
oleh Freemason beralih menjadi kantor Dewan Perencanaan Nasional, lembaga yang
kemudian berkembang menjadi Bappenas. Salah satu tokoh yang pernah memimpin lembaga
ini adalah dr. H.R. Soeharto Sastrosoejoso.

Namun, babak baru dalam sejarah Gedung Bappenas terjadi pada tahun 1965, ketika
peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) mengguncang Indonesia. Pada masa itu, gedung
ini dijadikan lokasi Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub),
tempat para terdakwa yang
terlibat dalam peristiwa tersebut diadili. Beberapa tokoh Partai Komunis Indonesia
(PKI) yang dijatuhi hukuman mati di tempat ini antara lain Njono, Letkol Untung
Sjamsuri, dan Sudisman.

Pasca peristiwa G30S/PKI, gedung ini kembali dialihfungsikan sebagai kantor Bappenas
pada tahun 1967. Di bawah kepemimpinan ekonom terkemuka Widjojo Nitisastro, Bappenas
memainkan peran penting dalam merancang kebijakan pembangunan nasional di era Orde
Baru. Widjojo, yang menjabat sebagai Kepala Bappenas selama 16 tahun (1967-1983),
dikenal sebagai arsitek pembangunan ekonomi Indonesia. Di bawah arahannya, Indonesia
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dan sempat dijuluki sebagai “Macan Asia.
Hingga kini, Gedung Bappenas tetap menjadi pusat perencanaan pembangunan nasional.
Statusnya sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang semakin
menegaskan nilai sejarah dan pentingnya peran gedung ini dalam perjalanan bangsa
Indonesia. Sejarah panjang Gedung Bappenas, dari masa kolonial hingga saat ini,
menjadikannya lebih dari sekadar bangunan pemerintahan. Gedung ini adalah saksi bisu
berbagai peristiwa penting yang membentuk sejarah Indonesia.
( Foto.ist )

@koranjokowi.com

@koranjokowi

HOME

@.koranprabowo.id

@koranprabowo.id

https://www.facebook.com/profile.php?id=61557277215737

Please follow and like us:
error0
fb-share-icon20
Tweet 20
fb-share-icon20

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error

Anda suka dengan berita ini ?