Koranprabowo.id, Parekraf :
Di zaman sekarang, saat musik modern kayak pop, EDM, atau K-pop ngegas di mana-mana,
ada satu suara klasik yang tetap bertahan: Tanjidor. Musik orkes tiup khas Betawi ini
punya gaya yang beda — rame, meriah, tapi juga penuh cerita.
Bayangin aja, suara terompet, klarinet, trombone, piston, drum, sampai simbal,
semuanya dimainkan barengan sama 7–10 orang. Lagu-lagunya? Ada yang pakai laras pelog,
slendro, khas Nusantara, ada juga yang diatonik, ala-ala musik Barat. Ini musik campur
aduk yang keren banget, bukti nyata betapa Betawi itu hasil pertemuan banyak budaya.


Kalau mau tahu dari mana Tanjidor berasal, kita harus mundur ke masa kolonial. Dulu,
budak-budak di Batavia disuruh main musik buat hibur tuan Belanda. Ada yang bilang,
istilah “Tanjidor” itu diambil dari bahasa Portugis tangedor, yang artinya alat musik
berdawai. Sekitar abad ke-19, ada tuan tanah, Mayor Jantje namanya, yang bikin grup
musik dari budak-budaknya: Korps Musik Papang. Tapi begitu perbudakan selesai, musik
ini malah makin berkembang bebas. Mereka mulai masukin lagu-lagu lokal kayak Jali-jali
sama Kicir-kicir ke repertoarnya.
Di kehidupan orang Betawi, Tanjidor itu spesial. Biasanya tampil di acara-acara gede:
Cap Go Meh, lebaran, sampai pesta rakyat kayak sedekah bumi. Yang main pun kebanyakan
petani biasa, yang belajar musik bukan dari buku atau not balok, tapi dari telinga dan
hati. Serius, mereka mainin alat-alat musik lawas yang udah penuh sejarah, tapi tetap
bisa bikin suasana hidup.

Sekarang, anak-anak muda mulai turun tangan juga. Berkat pendidikan musik modern,
mereka ngenalin notasi, bikin lagu baru, dan bawa Tanjidor ke arah yang lebih luas,
tanpa ninggalin akarnya.
Tanjidor juga nggak jauh-jauh dari Ondel-ondel. Kalau lihat boneka raksasa khas Betawi
itu joget di jalan, bisa dipastikan suara rame di belakangnya ya Tanjidor. Musiknya
yang heboh bikin gerakan Ondel-ondel makin kocak dan suasana makin seru.
Sayangnya, Tanjidor sekarang mulai kalah saing sama musik-musik populer. Padahal
Tanjidor itu bukan cuma soal hiburan. Ada sejarah, ada jati diri Betawi, ada cerita
tentang pertemuan budaya yang harusnya kita jaga. Melestarikan Tanjidor itu sama aja
kayak jaga denyut nadi Betawi — biar sejarah dan semangatnya tetap hidup, terus
berdentum dari masa ke masa.

(Foto.ist)

@koranjokowi.com

@koranjokowi

HOME

@.koranprabowo.id

@koranprabowo.id

https://www.facebook.com/profile.php?id=61557277215737

Please follow and like us:
error0
fb-share-icon20
Tweet 20
fb-share-icon20

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error

Anda suka dengan berita ini ?