Koranprabowo.id, Profile :
Diantara jutaan tokoh hukum Indonesia ada 2 sosok yang meng-inspirasi profesi saya juga sebagai advokat , mungkin tidak salah jika saya berbagi dengan teman-teman relawan Jokowi, Prabowo dan Gibran melalui Koranprabowo.id ini.
YANG PERTAMA adalah, Mr. Prof. Lie Oen Hock , kelahiran Bukittinggi, 13 Desember 1904, wafat di Jakarta, 5 November 1966) adalah salah satu tokoh hukum Indonesia seangkatan Yap Thiam Hien. Meester in de rechten lulusan Universitas Leiden, Belanda ini pernah menjabat Ketua Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta. Disertasi doktornya berjudul “Mafia Peradilan”. Jabatan terakhir adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Sayang tidak banyak referensi lain yang saya dapatkan ,seharusnya ada instansi yang lebih serius memperkenalkan tokoh Mr. Prof. Lie Oen Hock, mungkin ini menjadi masukan untuk Perpusnas RI, Kemenkumham RI dsb.

YANG KEDUA, adalah Mr. Yap Thiam Hien , kelahiran 25 Mei 1913 , wafat 25 April 1989 adalah seorang pengacara Indonesia keturunan Tionghoa Aceh. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Namanya diabadikan sebagai nama sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Selama menjadi pengacara, Yap pernah membela pedagang di Pasar Senen yang tempat usahanya tergusur oleh pemilik gedung. Yap juga menjadi salah seorang pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Pada era Bung Karno, Yap menulis artikel yang mengimbau presiden agar membebaskan sejumlah tahanan politik, seperti Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Mochtar Lubis, Subadio, Syahrir, dan Princen.
Begitu pula ketika terjadinya Peristiwa G30S, Yap, yang dikenal sebagai pribadi yang antikomunis, juga berani membela para tersangka G30S seperti Abdul Latief, Asep Suryawan, Oei Tjoe Tat, dan Sudisman. Yap bersama H.J.C Princen, Aisyah Aminy, Dr Halim, Wiratmo Sukito, dan Dr Tambunan yang tergabung dalam Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia (LPHAM) yang mereka dirikan 29 April 1966 dan sekaligus mewakili Amnesty International di Indonesia, meminta supaya para tapol PKI dibebaskan.

Ia juga membuktikan nasionalisme tidak dapat dikaitkan dengan nama yang disandang seseorang. Ini dibuktikannya dengan tidak mengganti nama Tionghoa yang ia sandang sampai akhir hayatnya walaupun ada himbauan dari pemerintah Orde Baru kepada orang Tionghoa di Indonesia untuk mengganti nama Tionghoa mereka.
‘Semoga bermanfaat
(DennyQ/Red-01/foto.ist)



https://www.facebook.com/profile.php?id=61557277215737
Ridy Hendrawan,SH. “KITA DUKUNG PRABOWO DI SEKTOR MICE THN.2025-2029”
Ridy Hendrawan,SH. “KITA DUKUNG PRABOWO DI SEKTOR MICE THN.2025-2029” Koranjokowi.com, OPINi ; Pemerintahan Presiden Prabowo – Wapres Gibran Rakabuming raka thn.2024-2029 telah berjalan sejak 20/10 lalu, salah satu beban mereka adalah tercapainya target pajak thn.2025 […]

Ridy Hendrawan SH , “Mgr. Soegija, Romo Kanjeng 100% Katolik, 100% Indonesia”
Ridy Hendrawan SH , “Mgr. Soegija, Romo Kanjeng 100% Katolik, 100% Indonesia” Koranjokowi.com, OPINi: Tanggal 22 Juli 2024 mendatang tepat tahun ke-61 beliau tidak lagi bersama kita, beliaulah , Mgr. Albertus Soegijapranata , Uskup Agung pribumi […]