Koranprabowo.id, Jadoel, Parekraf :
Gedung Linggarjati, yang kini menjadi Museum Perundingan Linggarjati, menyimpan banyak misteri dan fakta menarik saat kami kesana November 2021 lalu. Gedung yang terawat baik ini adalah saksi sejarah tempat dilaksanakannya Perundingan Linggajati pada bulan November 1946. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno , Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir . Dari Belanda dipimpin oleh Miles Wedderburn Lampson Killearn , seorang diplomat berkebangsaan Inggris. Lokasinya di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.



Misteri dan fakta menarik, Gedung ini awalnya adalah gubuk sederhana milik Nyai Jasitem yang dibangun pada tahun 1918. Perempuan cantik sebatang kara ini dinikahi pengusaha kaya raya asal Belanda – Meneer Tersana. Nama aslinya Margen namun beliau pemilik Pabrik Gula bernama ‘Tersana Baru’ di Cirebon . Dari petugas disana tahun 2021 lalu saya mendengar informasi sangat terbatas , sumber lain menyebut bahwa Nyai Jasitem ini bukan gadis namun seorang janda dari mantan pejuang yang gugur yang awalnya tinggal di Sidang Laut, Cirebon.

Ilustrasi Nyai Jasitem / Foto. ist
Kalau pun info yang didapat sangat terbatas, saat itu terbayang jika Nyai ini demikian bersahaja dalam balutan pakaian adat sunda yang identik dengan warna hijau, bersanggul dan tanpa kosmetik menyala. Masih kata petugas, kemudian pada 1918, setelah dinikahi gubuk itu direnovasi kekasih hati, Meneer Tersana. Juga disebut kemudian Nyai Jasitem diajak pindah ke Belanda sesudah proklamasi. Kemudian dibeli oleh pengusaha gula juga dari Pabrik Gula Sindang Laut bernama Mr Yakobus Yohanes Van Os dan direnovasi menjadi semi permanen tahun 1921


Gedung ini pernah menjadi markas tentara, hotel, dan sekolah dasar. Gedung ini memiliki banyak kamar yang sempat dijadikan ruang belajar saat berfungsi sebagai sekolah. Banyak properti asli yang digunakan saat terjadinya Perundingan Linggarjati yang hilang, sehingga diganti dengan replika. Gedung ini memiliki struktur bangunan yang kokoh sehingga belum banyak mengalami perubahan. Namun menjelang sore hari tetap saja akan membuat ‘suasana’ sedikit hormon, apalagi saat saya kesana memang sepi pengunjung.
‘Eheheh…

Oh ya, pelaksanaan perundingan di Kabupaten Kuningan tersebut mulanya digagas oleh Menteri Sosial Perempuan Pertama di Indonesia yakni Maria Ulfah Santoso, yang juga anak mantan Bupati Kuningan – Mochammad Achmad Thn.1923-1939

Ada alasan unik terkait dipilihnya lokasi di Linggarjati Kuningan. Pertama karena lokasinya netral dan berada di tengah-tengah antara pusat pemerintahan di Yogyakarta dan di Jakarta. Kemudian Kabupaten Kuningan masih memiliki hawa yang asri dan tenang, sehingga dianggap kondusif untuk perundingan kemerdekaan dengan Belanda.

Hal lain yang saya sempat dengar, tempat ini jauh sebelum era Nyai Jasimten, tepat diantara lokasi sekarang yang pernah dipakai menjadi kamar Pres. Sukarno dan halaman luar, kordinatnya pernah menjadi tempat bermalam (tenda?) dan meditasi Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah), seorang wali songo asal Cirebon yang akan menuju Gn. Ciremai karena sesuatu hal diantara thn.1470 – 1569. ‘ Wallahualam bishowab.



Perundingan di Gedung Linggarjati telah menjadi titik balik bagi Indonesia, karena setelahnya kedaulatan bangsa diakui di mata dunia. Perjanjian Linggarjati mendorong negara-negara lain untuk secara sah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebelum saya tutup ceritera ini, saat diruang dalam kanan, sempat terdengar sayup seperti perempuan bersenandung namun entah siapa dan lagu apa. Saat bertemu seorang bapak arah tempat parkir karena akan kembali ke Bandung, bapak itu bertanya ,
“Ada dengar suara sinden?”,
saya menggeleng.
(Red-01/Foto.ist)






