Koranprabowo.id, Kepala’Daerah :
Ketidak-stabilan Harga Pokok Penjualan (HPP) Jagung antara Pemerintah Pusat yang kemudian diterapkan oleh Pemerintah Daerah menimbulkan pro-kontra baik di masyarakat maupun para pemilik gudang. Impian dan harapan petani jagung terkait penetapan harga jagung oleh Pemerintah pun tidak berjalan selaras dan hanya menjadi harapan hampa bagi petani jagung.
Maka Koranprabowo.id pun merasa penting untuk bertanya langsung kepada PT.SN, PT.AG dan PT. SP (25/3) tentang penetapan HPP jagung oleh Pemerintah tersebut. Khususnya dikaitkan Keputusan Kepala Bappenas Nomor 18 tahun 2025, dimana HPP jagung di tingkat petani mulai berlaku 07/02/25 dan perum Bulog di tugaskan untuk melakukan pembelian dengan harga HPP sebesar Rp.5,500 untuk jagung pipilan kering, dengan kadar air maksimal 14%.

Saya tidak secara detil membahas materi apa saja yang kami bicarakan saat itu disini, hanya kalau boleh saya ambil kesimpulan terjadi ‘benang kusut’ antara pemberi kerja, perantara kerja, penerima hasil kerja dan keuntungan ekonomi/economic value atas semua ini, lalu bagaimana hak dan kewajiban para pemilik gudang sebagai perantara kerja pun menjadi ‘limbung’.
Saat diminta tanggapan atas hal ini, PimRed Koranprabowo.id menjawab sederhana. “Saat terjadi kelangkaan beras thn.1956-1964, Presiden Sukarno membentuk Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP). Juga penyeragaman harga diseluruh daerah. Itu baik namun dilapangan tidak seperti itu saling cari untung menghapus kepentingan negara, jadi bagaimana mau bicara Swa-sembada Pangan thn.2025-2030 jika semua merasa benar dan tidak mau membenarkan yang salah. Dan sebagai relawan Koranprabowo kita harus mengingatkan selalu soal itu”, kata PimRed


Ditambahkan , semua ini kemudian menggerakan masyarakat, mahasiswa dan aktifis ‘turun kejalan’ dalam skala nasional termasuk MALARI 1974 , tutup PimRed petang tadi (27/3) melalui seluler
Saya diam mendengarnya..
(Foto.ist)







https://koranjokowi.com/embed/#?secret=sGTiNUsq1W#?secret=SibjqgOHR1
