Koranprabowo.id, Politik :
DPR pertama kali dibentuk dengan nama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945 oleh Presiden Soekarno, 12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan yang kemudian tanggal ini pun ditetapkan sebagai hari lahir DPRRI.

Teman-teman relawan dimana saja berada, tidak ada negara tanpa perwakilan rakyat yang serupa dengan DPR, meskipun bentuknya bisa berbeda-beda; seperti Tiongkok dengan Kongres Rakyat Nasional yang merupakan legislatif tunggal di mana kekuasaan legislatif sepenuhnya berada pada penguasa.
Seruan bubarkan DPR saat aksi tgl.25-30/8/2025 lalu terus berdengung sampai Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem – Ahmad Sahroni pun menyebut mereka yang menyerukan agar DPR dibubarkan adalah ‘orang tolol sedunia’.

Patinya ke-580 anggota DPRRI sekarang pun paham bahwa Indonesia tanpa DPR, negara akan kehilangan “rem” sehingga kekuasaan tidak melaju liar. Dan ini menjadi ‘jurus-ampuh’ untuk tidak dibubarkan. Tanpa DPR, seluruh keputusan akan berada di tangan eksekutif. Presiden dan jajaran pemerintah bisa menetapkan kebijakan tanpa persetujuan wakil rakyat dan menjadikan pemerintahan yang otoriter.

Karena itu, Indonesia lebih baik memiliki DPR yang buruk dibandingkan tidak memiliki lembaga tersebut sama sekali. Setiap negara harus memiliki tiga pilar kekuatan yang disebut tiga cabang kekuasaan pemerintahan, yaitu lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dimana ketiganya berfungsi untuk saling mengontrol dan menjaga keseimbangan suatu negara. Jika negara ini didominasi oleh eksekutif maka negara ini akan hancur bila DPR dibubarkan. Jika sudah seperti ini, apakah kita harus setuju dengan kalimat ‘Karena itu, Indonesia lebih baik memiliki DPR yang buruk dibandingkan tidak memiliki lembaga tersebut sama sekali?’

Di negara lain namanya bisa beda, misalnya House of Representatives, National Assembly, Bundestag, Riksdag, Knesset, dll. Jadi hampir semua demokrasi modern pasti ada badan legislatif, cuma bentuk dan namanya aja yang beda.
Nah, kalau nyari demokrasi tanpa parlemen sama sekali, itu hampir ‘nggak ada tapi ada beberapa mikro-negara atau kota-negara kayak Monako atau Vatikan yang model demokrasinya unik. Vatikan misalnya, bukan demokrasi rakyat tapi lebih ke teokrasi elektif (Paus dipilih oleh kardinal, bukan lewat DPR). Monako punya National Council, tapi perannya terbatas dibanding parlemen pada umumnya. Jadi kesimpulannya: kalau negara demokrasi , pasti ada lembaga legislatif, meskipun bukan bernama “DPR”.
Era presiden Suharto, dengan kekuasaannya yang luar biasa besar, bisa mengatur semua lembaga negara untuk “manut”. Termasuk DPR, yang ketika itu hanya dihuni oleh tiga partai politik (PDI, PPP, dan Golkar) plus fraksi ABRI. Sedangkan MPR adalah semua anggota DPR plus Fraksi Utusan Daerah dan Fraksi Utusan Golongan. Setelah reformasi 1998, Fraksi ABRI dihapus karena tentara tidak boleh berpolitik, dan Utusan Daerah serta Golongan kini menjadi Dewan Perwakilan Daerah.

DPR dan MPR adalah komponen utama dalam demokrasi. Merekalah wakil rakyat. Tapi saat itu mereka tak bisa menjalankan fungsinya karena Soeharto, dengan kehebatan strategi politiknya, mengontrol mereka sepenuhnya.
Terakhir, Tindakan dan rencana pembubaran DPR pernah terjadi ketika era Presiden Sukarno dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 melalui Perpres No. 3 Tahun 1960. Sebagai gantinya, ditekenlah Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960 dengan membentuk DPR Gotong Royong atau DPR-GR. Anggota DPR-GR juga ditunjuk sendiri oleh Soekarno, termasuk perwira militer mendapat jabatan di DPR, kepala daerah, dan posisi lainnya

Kemudian Presiden Gus Dur melalui Dekrit Presiden 23 Juli 2001 pun berencana membubarkan DPRRI, Namun, dekrit tersebut dinyatakan tidak berlaku setelah MPR menggelar Sidang Istimewa yang dipimpin oleh Amin Rais. Bahkan tgl. 23 Juli 2001 Gus Dur dimakzulkan dan diganti Wapres Megawati.
Karena itu, Indonesia lebih baik memiliki DPR yang buruk dibandingkan tidak memiliki lembaga tersebut sama sekali?’, jika memang tidak bisa dibubarkan maka mari kita ‘gaskeun agar DPRRI segera mensahkan UU PERAMPASAN ASET. Jika tidak juga , paksa saja Prabowo menerbitkan PERPPU PERAMPASAN ASET. ‘Enough. ‘Eheheh.
(Red-01/Foto.ist)