Koranprabowo.id, Politik :

Teman teman relawan dimana saja berada, DPR pertama kali dibentuk dengan nama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 29 Agustus 1945 oleh Presiden Soekarno, 12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan yang kemudian  tanggal ini pun ditetapkan sebagai hari lahir DPRRI.

Ayah saya almarhum pun sering mengatakan. “Karena itu, Indonesia lebih baik memiliki DPR yang buruk dibandingkan tidak memiliki lembaga tersebut sama sekali”, karena setiap negara memang harus memiliki 4 pilar kekuatan /demokrasi : eksekutif, legislatif, yudikatif dan pers. Dimana ke-4nya berfungsi untuk saling mengontrol dan menjaga keseimbangan suatu negara. Jika negara ini didominasi oleh eksekutif maka negara ini akan hancur bila DPR dibubarkan. Demikian sebaliknya. Nah, Jika sudah seperti ini, apakah kita harus setuju dengan kalimat ‘Karena itu, Indonesia lebih baik memiliki DPR yang buruk dibandingkan tidak memiliki lembaga tersebut sama sekali?’

Teman teman relawan dimana saja berada, ayah yang mantan aktifis 1966 juga mengatakan. Di negara lain namanya bisa beda, misalnya House of Representatives, National Assembly, Bundestag, Riksdag, Knesset, dll. Jadi hampir semua demokrasi modern pasti ada badan legislatif, cuma bentuk dan namanya aja yang beda.

Nah, kalau mencari demokrasi tanpa parlemen sama sekali, itu hampir ‘nggak ada tapi ada beberapa mikro-negara atau kota-negara kayak Monako atau Vatikan yang model demokrasinya unik. Vatikan misalnya, bukan demokrasi rakyat tapi lebih ke teokrasi elektif (Paus dipilih oleh kardinal, bukan lewat DPR). Monako punya National Council, tapi perannya terbatas dibanding parlemen pada umumnya. Jadi kesimpulannya: kalau negara demokrasi , pasti ada lembaga legislatif, meskipun bukan bernama “DPR”.Begitu kata Ayah.

Era presiden Suharto, dengan kekuasaannya yang luar biasa besar, bisa mengatur semua lembaga negara untuk “manut”. Termasuk DPR, yang ketika itu hanya dihuni oleh tiga partai politik (PDI, PPP, dan Golkar) plus fraksi ABRI. Sedangkan MPR adalah semua anggota DPR plus Fraksi Utusan Daerah dan Fraksi Utusan Golongan.

Setelah reformasi 1998, Fraksi ABRI dihapus karena tentara tidak boleh berpolitik, dan Utusan Daerah serta Golongan kini menjadi Dewan Perwakilan Daerah.

DPR dan MPR adalah komponen utama dalam demokrasi. Merekalah wakil rakyat. Tapi saat itu mereka tak bisa menjalankan fungsinya karena Soeharto, dengan kehebatan strategi politiknya, mampu ‘mengontrol’ mereka sepenuhnya.

Terakhir, Tindakan dan rencana pembubaran DPR pernah terjadi ketika era Presiden Sukarno dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 melalui Perpres No. 3 Tahun 1960. Sebagai gantinya, ditekenlah Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960 dengan membentuk DPR Gotong Royong atau DPR-GR. Anggota DPR-GR juga ditunjuk sendiri oleh Soekarno, termasuk perwira militer mendapat jabatan di DPR, kepala daerah, dan posisi lainnya

 Kemudian, Presiden Gus Dur melalui Dekrit Presiden 23 Juli 2001 pun berencana membubarkan DPRRI, Namun, dekrit tersebut dinyatakan tidak berlaku setelah MPR menggelar Sidang Istimewa yang dipimpin oleh Amin Rais. Bahkan tgl. 23 Juli 2001 Gus Dur dimakzulkan dan diganti Wapres Megawati.

Karena itu, Indonesia lebih baik memiliki DPR yang buruk dibandingkan tidak memiliki lembaga tersebut sama sekali?’, jika memang tidak bisa dibubarkan maka mari kita ‘gaskeun agar DPRRI segera mensahkan UU PERAMPASAN ASET. Jika tidak juga , paksa saja Prabowo menerbitkan PERPPU PERAMPASAN ASET.

‘Enough.

‘Eheheh.

(Red-01/Foto.ist)

Please follow and like us:
error0
fb-share-icon20
Tweet 20
fb-share-icon20

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error

Anda suka dengan berita ini ?