Koranprabowo.id, Imajiner :

Hari ini (10/9) seharusnya saya bertemu dengan Paduka Yang Mulia Ir.H. Sukarno di Istana Cipanas Bogor, Jawa barat pkl.19.00. Namun beliau ada undangan ‘dadakan’ bertemu dengan mantan Presiden Jokowi di Solo, seperti itulah keterangan dari aspri-nya, Niki – Mantan Kowad-nya Korea.

Kemudian Niki menyerahkan tulisan tangan Paduka, “Ini dari bapak, kang”, kata Niki kemudian pamit meninggalkan saya sendiri diteras belakang Istana. Inti surat saya ringkaskan sbb :

1.Dalam meminimalkan ketegangan di masyarakat pasca aksi demo tgl.25-30/8/2025 lalu jika memang DPRRI masih ‘keukeuh’ tidak segera mengesahkan UU PERAMPASAN ASET (UUPA), Presiden Prabowo dapat menerbitkan PERPPU – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perampasan Aset (PERPPU PA)

“Saya pernah menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 karena ketidakmampuan Dewan Konstituante untuk mencapai dua pertiga suara mayoritas guna memberlakukan kembali UUD 1945 setelah beberapa kali gagal bersidang. Kemudian membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai lembaga legislatif sementara dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) sebagai lembaga penasihat negara”, seperti itu tulisan Paduka di alinea ke-satu.

Masih kata Paduka, Dekrit dan Perppu adalah dua konsep berbeda dalam konteks hukum tata negara Indonesia. Dekrit Presiden, adalah kebijakan politik yang dikeluarkan oleh Presiden dengan tujuan tertentu, dalam hal ini menyelamatkan negara dari krisis politik dan menetapkan pedoman konstitusi. Sementara itu, Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) adalah jenis peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam kondisi kegentingan yang memaksa, untuk mengatur hal-hal yang sangat penting demi penyelamatan negara. 

2. Saat ini kekuatan Presiden Prabowo – Wapres Gibran di DPRRI cukup dominan karena memiliki 470 kursi dari 580 kursi yang ada di DPRRI. Anggap saja PDIP yang memiliki 110 kursi tidak mendukung baik UUPA MAUPUN PERPPU PA. “Ini tetap bisa jalan prosesnya karena punya 470 kursi, dan selama ada niat sungguh-sungguh”, kata Paduka.

3.Ketentuan tentang dibuatnya PERPU dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945, disebutkan bahwa “Dalam hal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang”. Dalam menetapkan PERPU, Presiden memiliki hak ‘prerogatif’ tanpa harus meminta persetujuan DPR terlebih dahulu.

Saya diam, bingung harus bagaimana. Apalagi ongkos pulang ke Bandung sangat ‘ngepas. Tak lama Niki datang dan menyerahkan amplop coklat, “Oh iya maaf hampir lupa kang, ini ada titipan dari Paduka untuk ongkos pulang”, setelah dibuka ada uang Rp.10 juta. Niki pamit lagi sambil mengedipkan matanya, Terimakasih Tuhan. Eheheh.

(Red-01/Foto.ist)

Please follow and like us:
error0
fb-share-icon20
Tweet 20
fb-share-icon20

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error

Anda suka dengan berita ini ?