‘Koranprabowo.id, Jadoel :
Beberapa raja dari Simalungun, antara lain Raja Banua Sobou, Raja Nagur, Raja Saniang Naga, Raja Namartuah, dan Raja Jumorlang.

Raja-raja Simalungun berdasarkan marga
Raja Banua Sobou: Bermarga Saragih, yang berarti “Pemilik aturan” atau “pengatur”

Kerajaan Tanoh Jawa. Toean Radja Ihoet Sinaga (1879 sd 1997)
Raja Nagur: Bermarga Damanik, yang berarti “pemilik manik”
Raja Saniang Naga: Bermarga Sinaga, yang berarti “Simada Naga”
Raja Namartuah: Bermarga Damanik Bariba, keturunan Marahsilu (Raja Nagur yang terakhir)
Raja Jumorlang: Bermarga Damanik (Bah Bolag), anak dari sorotilu (Kerajaan Manakasian)

Kerajaan Siantar. Radja Gamok, penguasa Raja di Pematangraja di Pematangsiantar.
Raja-raja Simalungun dalam perjuangan melawan penjajah
Rondahaim Saragih mempersatukan raja-raja di Simalungun untuk melawan penjajah
Raja Marpitu, raja dari kerajaan-kerajaan besar di Simalungun, menentang penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang
Kerajaan-kerajaan di Simalungun
Kerajaan Siantar, Kerajaan Tanah Jawa, Kerajaan Dolog Silou, Kerajaan Panei, Kerajaan Raya, Kerajaan Purba dan Kerajaan Silimakuta.

Kerajaan Panei. Raja Panei di istananya di Asahan
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu:
Sinaga
Saragih
Damanik
Purba

Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).

Dari sumber-sumber kuno dan cerita-cerita rakyat di Simalungun, orang yang kemudian menjadi suku Simalungun berketurunan dari ragam nenek moyang. Dalam perjalanan sejarahnya, suku Simalungun datang dalam dua gelombang. Gelombang pertama (Proto Simalungun) diperkirakan datang dari India Selatan (Nagore) dan India Timur (Pegunungan Assam) sekitar abad ke-5 menyusuri Birma terus ke Siam dan Melaka selanjutnya menyebrang ke Sumatera Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.

Kerajaan Siantar. Toean Sawadin Damanik, raja Siantar terakhir bersama ketiga putrinya. Dari kiri ke kanan Soribunga Damanik, Sitiamin Damanik dan Salimah Damanik
Dan kemudian gelombang kedua (Deutro Simalungun) yang merupakan pembaruan suku-suku tetangga dengan suku Simalungun asli (Herman Purba Tambak, SIB 3/9/2006, hlm. 9). Selanjutnya panglima panglima (Raja Goraha) Kerajaan Nagur bermarga Saragih, Sinaga dan Purba dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan kelak mendirikan kerajaan-kerajaan : Silou (Purba Tambak), Tanoh Djawa (Sinaga), Raya (Saragih).

Kerajaan Dolog Silou. Raja Dolog. Photo diambil berkisar tahun 1900-1940.

Kerajaan-kerajaan ini pada abad XIII-XV mengalami serangan-serangan dari tentara Singasari, Majapahit, Rajendra Chola dari India dan terakhir Aceh, sultan-sultan Melayu dan Belanda. Terkenal dalam cerita-cerita rakyat Simalungun akan ”hattu ni sappar” yang melukiskan situasi mengerikan di Simalungun akibat peperangan itu, mayat-mayat bergelimpangan, sehingga mengakibatkan wabah penyakit kolera yang merajalela.
Duduk dari kiri ke kanan:
– Pandita Jaulung Wismar Saragih (Pendeta Kristen Pertama di Simalungun),
– Tuhan Gomok alias Tuan Baja Raya (1881-1940) – Raja Kerajaan Raya,
– Dr. P. Voorhoeve (Orientalis, Peneliti berkebangsaan Belanda),
– Jason Saragih (Guru Zending dari Raya Tongah, Ketua Comite Na Ra Marpodah Simalungun yang bekerja untuk membuat Agenda Gereja, buku nyanyian “Haleluya”, dan Alkitab dalam bahasa Simalungun).
Berdiri (standing) memakai dasi adalah Jacoboes Sinaga (Krani Tiga Raya dari Pematang Raya, Sekretaris / Bendahara Comite Na Ra Marpodah) serta pengurus-pengurus komite.
(Foto.ist)





