DICARI MENHUT KERJA .BUKAN YANG SOSMED. UHUY.
Koranprabowo.id, Sustainable :
Hutan memainkan peran penting dalam pembangunan berkelanjutan, mulai dari memerangi erosi tanah di lahan pertanian hingga mengurangi dampak perubahan iklim. Kita semua tahu bahwa kurangnya air bersih dan udara bersih dapat mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi yang merugikan bagi masyarakat dan perekonomian.
Luas kawasan hutan Indonesia mencapai sekitar 65% dari luas daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bilamana sektor-sektor lain dalam rangka
pembangunan nasional, sangat berharap dari sektor kehutanan, kiranya dapat menjadi
penggerak utama peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam hal ini,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sesuai dengan mandat yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, sangat berperan penting dalam mewujudkan harapan-harapan
tersebut melalui pengelolaan sumber daya hutan dan lingkungan hidup secara
berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia

Dari 120,3 juta Ha kawasan hutan negara, hampir separuhnya (46,5% atau 55,93 juta hektare) tidak dikelola secara intensif. Di antara kawasan itu adalah 30 juta Ha hutan dibawah wewenang Pemerintah Daerah. Baru sekitar 64,37 juta Ha (53,5%) hutan yang dikelola dengan cukup intensif. Kawasan hutan yang dikelola intensif sebagian besar merupakan hutan produksi dalam bentuk Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK) seluas 36,17 juta hektare. Yang dikelola berdasarkan sistem hutan alam oleh 324 unit usaha seluas 26,2 juta Ha. Yang dikelola dengan sistem Ha, serta kelompok-kelompok hutan konservasi sebanyak 534 lokasi seluas 28,2 juta Ha.
Namun demikian, baik kawasan yang dikelola dan tidak dikelola terjadi konflik atau ada potensi konflik tentang pemanfaatan hutan. Diperkirakan seluas 17,6 juta Ha – 24,4 juta Ha hutan terjadi konflik berupa tumpang-tindih klaim hutan Negara dan klaim masyarakat adat atau masyarakat local lainnya, pengembangan desa/kampung, serta adanya izin sektor lain yang dalam praktiknya terletak dalam kawasan hutan. Ketiadaan pengelolaan hutan, dan konflik atau potensi konflik mengakibatkan hilangnya sejumlah insentif pelestarian hutan alam yang masih ada dan disinsentif bagi pelestarian hasil rehabilitasi hutan dan lahan. Dalam skala nasional, luasnya hutan yang tidak dikelola menjadi penyebab lemahnya pemerintah menjalankan kewajiban dalam mengamankan asset hutan alam maupun hasil rehabilitasi. Situasi yang sama dialami para pemegang hak atau izin.

Teman teman Relawan dimana saja berada,
setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Kehutanan dari pemanfaatan hutan berhasil mencapai 102% atau melebihi target yang dicanangkan pada tahun 2024. Prestasi ini memperbaiki capaian tahun lalu dimana setoran PNBP sedikit di bawah target. Untuk tahun 2024 lalu PNBP mencapai lebih dari target Rp3,0303 triliun.
Realisasi PNBP tahun 2024 tersebut berasal dari setoran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sebesar Rp1,160 triliun, lalu Dana Reboisasi (DR) sebesar Rp2,085 triliun, dan sisanya berasal dari setoran lainnya seperti iuran izin usaha pemanfaatan hutan, ganti rugi tegakan, dan denda.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2023 setoran PNBP pemanfaatan hutan sebesar Rp2,895 triliun. Mundur lagi ke belakang, setoran PNBP pada tahun 2022 sebesar Rp3,24 triliun dan pada tahun 2021 sebesar Rp3,21 triliun.
Usia jabatan Menteri Kehutanan RI – Raja Juli Antoni belumlah 12 bulan kerja, mampukah kedepan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup terkait isu kehutanan, mulai dari kebakaran hutan dan lahan, konflik lahan, pembalakan liar, perizinan kelola hutan, perubahan iklim, isu tanah adat, hingga deforestasi, yang mandeg tanpa solusi pada pemerintahan /Menhut sebelumnya.
Menhut sekarang yakin bisa kerja?
Indonesia perlu menterinya kerja,
bukan sibuk dengan sosial media.

‘Aaaaa… uuuuu….wooooo…
(Red-01/fotoist)