Koranprabowo.id, BelaNegara :
“Ada titipan informasi dari relasi kiranya Koranprabowo.id menayangkan sosok dan tokoh Tionghoa yang terlupakan baik yang berasal dari Kab. Deli serdang dan Medan, Ketua”, demikian WA saya kepada PimRed. Tidak lama kami pun berteleponan, kami sepakat nama sosok atau tokoh dibawah ini layak ‘dimunculkan’ ke publik sebagai atensi dan apresiasi Koranprabowo.id kepadanya. Seperti itulah kesimpulan diskusi kami tadi (17/4). Kami juga mohon maaf kepada keluarga dan kerabat jika kami menayangkannya tanpa ijin/konfirmasi. Semoga bermanfaat itu saja harapan kami.
Beberapa tokoh Tionghoa yang tercatat dalam tinta emas yang berasal dari atau memiliki pengaruh di Deli Serdang dan Kota Medan itu banyak jumlahnya, salah satu yang saya ingat adalah Ardjan Leo dan saya yakin sedikit orang yang mengetahuinya.
Ardjan Leo (1939-2020) adalah seorang tokoh Tionghoa yang dikenal di kalangan masyarakat Medan dan Sumatera Utara, khususnya karena kiprahnya dalam bidang kebudayaan. Ia lahir di Lubuk Pakam, Deli Serdang dan merupakan pendiri Angsapura (Yasora), sebuah organisasi masyarakat Tionghoa di Medan.

Dia dilahirkan tanggal 6 Januari 1939 di Tanjung Garbus, Kebun Tembakau, Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Leluhurnya adalah Orang Liok Hong (Lufeng) yang berasal dari pesisir Provinsi Guangdong, Tiongkok. Ayahnya bernama Liaw Seng Kie (1882 – 1956) dan ibunya bernama Tjioe A Tjoe (1915 – 1996).
Berasal dari keluarga miskin, Ardjan Leo telah bekerja serabutan sejak remaja untuk membiayai sekolah dan membantu keluarganya. Saat bersekolah di SD Chung Hwa Xue Xiao Lubuk Pakam, nama lahirnya Liaw Tjiang Seng diganti menjadi Liao Zhangran oleh gurunya. Sejak saat itu Ardjan Leo mempunyai nama Mandarin Liao Zhangran.
Kiprah Ardjan Leo dikenal di kalangan masyarakat Medan khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya. Ia berkontribusi dalam meng-implementasikan kebijakan pemerintah melalui peningkatan pemahaman etnis Tionghoa terhadap wawasan pemerintah Indonesia, merealisasikan pembauran dan persatuan antar etnis di Sumatera Utara.

Dalam kurun waktu 1963-2005 Ardjan Leo dipercayakan untuk menjadi orang penting di bagian redaksi umum di harian surat kabar Hwa Chiaw Jek Pau (1954-1963), Obor Revolusi (1960-1966), Chen Zhe Shien Yen Pau (1963), Bintang Indonesia (1980), Wasantara (2002-2003), dan Andalas (2005). Ardjan Leo menulis dengan nama pena “Anak Medan”.
Ardjan Leo bersama dengan beberapa tokoh masyarakat Tionghoa di kota Medan mendirikan Perhimpunan Masyarakat Indonesia Tionghoa Sumatera Utara (MITSU) dan pada tanggal 20 Agustus 2008 mendirikan Sekolah Tinggi Bahasa Asing Persahabatan Internasional Asia (STBA-PIA).
Dia meninggal tgl. 21 September 2020 di Medan dan dimakamkam disini juga, saya tidak tahu apakah dia mendapat penghargaan sebagai pahlawan nasional atau tidak?, ada yang mau mengusulkan?
(Foto.ist)






